Senin, 07 Februari 2011

Kisah 1001 Malam Abunawas bagian 2 dan 3

Kisah 1001 Malam Abunawas : Tugas Yang Mustahil

Abu Nawas belum kembali. Kata istrinya ia bersarna seorang Pendeta dan
seorang Ahli Yoga sedang melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini
Baginda amat membutuhkan bantuan Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini
Baginda merencanakan membangun istana di awang-awang. Karena sebagian
dari raja-raja negeri sahabat telah membangun bangunan-bangunan yang luar
biasa.
Baginda tidak ingin menunggu Abu Nawas iebih lama lagi. Beliau mengutus
beberapa orang kepercayaannya untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak
berhasil menemukan Abu Nawas kerena Abu Nawas ternyata sudah berada di
rumah ketika mereka baru berangkat.
Abu Nawas menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Baginda amat riang.
Saking gembiranya beliau mengajak Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar
menukar cerita-cerita lucu, lalu Baginda mulai mengutarakan rencananya.
"Aku sangat ingin membangun istana di awang-awang agar aku Iebih terkenal di
antara raja-raja yang lain. Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud,
wahai Abu Nawas?"
"Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini Paduka yang mulia." kata
Abu Nawas berusaha mengikuti arah pembicaraan Baginda.
"Kalau menurut pendapatmu hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku
serahkan sepenuhnya tugas ini kepadamu." kata Baginda puas.
Abu Nawas terperanjat. la menyesal telah mengatakan kemungkinan
mewujudkan istana di awang-awang. Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-
kata yang telah terlanjur didengar oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu Abu Nawas beberapa minggu. Rasanya tak ada yang
lebih berat bagi Abu Nawas kecuali tugas yang diembannya sekarang.
Jangankan membangun istana di langit, membangun sebuah gubuk kecil pun
sudah merupakan hal yang mustahil dikerjakan. Hanya Tuhan saja yang mampu
melakukannya. Begitu gumam Abu Nawas.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali
memikirkan bagaimana membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu
benar-benar istana di langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubung-
hubungkan. Abu Nawas bahkan berusaha menjangkau masa kanak-kanaknya.
Sampai ia ingat bahwa dulu ia pernah bermain layang-layang.
Dan inilah yang membuat Abu Nawas girang. Abu Nawas tidak menyia-nyiakan
waktu lagi. la bersama beberapa kawannya merancang layang-layang raksasa
berbentuk persegi empat. Setelah rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu
serta jendela-jendela dan ornamen-ornamen lainnya.
Ketika semuanya selesai Abu Nawas dan kawan-kawannya menerbangkan
layang-layang raksasa itu dari suatu tempat yang dirahasiakan.
Begitu layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa,
penduduk negeri gempar.
Baginda Raja girang bukan kepalang. Benarkah Abu Nawas berhasil membangun
istana di langit? Dengan tidak sabar beliau didampingi beberapa orang
pengawal bergegas menemui Abu Nawas.
Abu Nawas berkata dengan bangga.
"Paduka yang mulia, istana pesanan Paduka telah rampung."
"Engkau benar-benar hebat wahai Abu Nawas." kata Baginda memuji Abu
Nawas.
"Terima kasih Baginda yang mulia." kata Abu Nawas "Lalu bagaimana caranya
aku ke sana?" tanya Baginda. "Dengan tambang, Paduka yang mulia." kata Abu
Nawas.
"Kalau begitu siapkan tambang itu sekarang. Aku ingin segera melihat istanaku
dari dekat." kata Baginda tidak sabar.
"Maafkan hamba Paduka yang mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang
itu. Sehingga seorang kawan hamba tertinggal di sana dan tidak bisa turun."
kata Abu Nawas. .
"Bagaimana dengan engkau sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke
bumi?" tanya Baginda.
"Dengan menggunakan sayap Paduka yang mulia." kata Abu Nawas dengan
bangga.
"Kalau begitu buatkan aku sayap supaya aku bisa terbang ke sana." kata
Baginda.
"Paduka yang mulia, sayap itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi." kata Abu
Nawas menjelaskan.
"Engkau berani mengatakan aku gila sepertimu?" tanya Baginda sambil melotot.
"Ya, Baginda. Kurang lebih seperti itu." jawab Abu Nawas tangkas.
"Apa maksudmu?" tanya Baginda lagi.
"Baginda tahu bahwa membangun istana di awang-awang adalah pekerjaan
yang mustahil dilaksanakan. Tetapi Baginda tetap menyuruh hamba
mengerjakannya. Sedangkan hamba juga tahu bahwa pekerjaan itu mustahil
dikerjakan, Tetapi hamba tetap menyanggupi titah Baginda yang tidak masuk
akal itu." kata Abu Nawas berusaha meyakinkan Baginda.
Tanpa m enoleh Baginda Raja kembali ke istana diiring para pengawalnya. Abu
Nawas berdiri sendirian sambi memandang ke atas melihat istana terapung di
awang-awang.
"Sebenarnya siapa diantara kita yang gila?" tanya Baginda mulai jengkel.
"Hamba kira kita berdua sama-sama tidak waras Tuanku." jawab Abu Nawas
tanpa ragu.
oo000oo


Kisah 1001 Malam Abunawas : Orang-Orang Kanibal

Saat itu Abu Nawas baru saja pulang dari istana setelah dipanggil Baginda. la
tidak langsung pulang ke rumah melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke
perkampungan orang-orang badui. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Abu
Nawas yang suka mempelajari adat istiadat orang-orang badui.
Pada suatu perkampungan, Abu Nawas sempat melihat sebuah rumah besar
yang dari luar terdengar suara hingar bingar seperti suara kerumunan puluhan
orang. Abu tertarik, ingin melihat untuk apa orang-orang badui berkumpul di
sana, ternyata di rumah besar itu adalah tempat orang badui menjual bubur
haris yaitu bubur khas makanan para petani. Tapi Abu Nawas tidak segera
masuk ke rumah besar itu, merasa lelah dan ingin beristirahat maka ia terus
berjalan ke arah pinggiran desa.
Abu Nawas beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. la merasa hawa di
situ amat sejuk dan segar sehingga tidak berapa lama kemudian mehgantuk dan
tertidur di bawah pohon.
Abu Nawas tak tahu berapa lama ia tertidur, tahu-tahu ia merasa dilempar ke
atas lantai tanah. Brak! lapun tergagap bangun.
"Kurang ajar! Siapa yang melemparku?" tanyanya heran sembari menengok
kanan kiri.
Ternyata ia berada di sebuah ruangan pengap berjeruji besi. Seperti penjara.
"Hai keluarkan aku! Kenapa aku dipenjara di sini.!"
Tidak berapa lama kemudian muncul seorang badui bertubuh besar. Abu Nawas
memperhatikan dengan seksama, ia ingat orang inilah yang menjua! bubur haris
di rumah besar di tengah desa.
"Jangan teriak-teriak, cepat makan ini !" kata orang sembari menyodorkan
piring ke lubang ruangan. Abu Nawas tidak segera makan. "Mengapa aku
dipenjara?"
"Kau akan kami sembelih dan akan kami jadikan campuran bubur haris."
"Hah? Jadi yang kau jual di tengah desa itu bubur manusia?"
"Tepat.... itulah makanan favorit kesukaan kami."
"Kami...? Jadi kalian sekampung suka makan daging manusia?"
"lya, termasuk dagingmu, sebab besok pagi kau akan kami sembelih!"
"Sejak kapan kalian makan daging manusia?"
"Oh.., sejak lama .... setidaknya sebulan sekali kami makan daging manusia."
"Dari mana saja kalian dapatkan daging manusia?"
"Kami tidak mencari ke mana-mana, hanya setiap kali ada orang masuk atau
lewat di desa kami pasti kami tangkap dan akhirnya kami sembelih untuk
dijadikan butjur." Abu Nawas diam sejenak. la berpikir keras bagaimana
caranya bisa meloloskan diri dari bahaya maut ini. la merasa heran, kenapa
Baginda tidak mengetahui bahwa di wilayah kekuasaannya ada kanibalisme, ada
manasia makan manusia.
"Barangkali para menteri hanya melaporkan hal yang baik-baik saja. Mereka
tidak mau bekerja keras untuk memeriksa keadaan penduduk." pikir Abu
Nawas. "Baginda harus mengetahui hal seperti ini secara langsung, kalau
perlu....!"
Setelah memberi makan berupa bubur badui itu meninggalkan Abu Nawas. Abu
Nawas tentu saja tak berani makan bubur itu jangan-jangan bubur manusia. la
menahan lapar semalaman tak tidur, tubuhnya yang kurus makin nampak kurus.
Esok harinya badui itu datang lagi.
"Bersiaplah sebentar lagi kau akan mati."
Abu Nawas berkata,"Tubuhku ini kurus, kalaupun kau sembelih kau tidak akan
memperoleh daging yang banyak. Kalau kau setuju nanti sore akan kubawakan
temanku yang bertubuh gemuk. Dagingnya bisa kalian makan selama lima hari."
"Benarkah?"
"Aku tidak pernah bohong!"
Orang badui itu diam sejenak, ia menatap tajam kearah Abu Nawas. Entah
kenapa akhirnya orang badui itu rnempercayai dan melepaskan Abu Nawas.
Abu Nawas langsung pergi ke istana menghadap Bagirida.
Setelah berbasa-basi maka Baginda bertanya kepada Abu Nawas.
"Ada apa Abu Nawas? Kau datang tanpa kupanggil?"
"Ampun Tuanku, hamba barus saja pulang dari suatu desa yang aneh."
"Desa aneh, apa keanehannya?"
"Di desa tersebut ada orang menjual bubur haris yang khas dan sangat lezat. Di
samping itu hawa di desa itu benar-benar sejuk dan segar."
"Aku ingin berkunjung ke desa itu. Pengawal! Siapkan pasukan!"
"Ampun Tuanku, jangan membawa-bawa pengawal. Tuanku harus menyamar
jadi orang biasa."
"Tapi ini demi keselamatanku sebagai seorang raja"
"Ampun Tuanku, jika bawa-bawa tentara maka orang sedesa akan ketakukan
dan Tuanku takkan dapat melihat orang menjual bubur khas itu."
"Baiklah, kapan kita berangkat?"
"Sekarang juga Tuanku, supaya nanti sore kita sudah datang di perkampungan
itu."
Demikianlah, Baginda dengan menyamar sebagai sorang biasa mengikuti Abu
Nawas ke perakmpungan orang-orang badui kanibal.
Abu Nawas mengajak Baginda masuk ke rumah besar tempat orang-orang
makan bubur. Di sana mereka membeli bubur.
Baginda memakan bubur itu dengan lahapnya.
"Betul katamu, bubur ini memang lezat!" kata Baginda setelah makan."Kenapa
buburmu tidak kau makan Abu Nawas."
"Hamba masih kenyang," kata Abu Nawas sambil melirik dan berkedip ke arah
penjual bubur.
Setelah makan, Baginda diajak ke tempat pohon rindang yang hawanya sejuk.
"Betul juga katamu, di sini hawanya memang sejuk dan segar ..... ahhhhh
........ aku kok mengantuk sekali."kata
Baginda.
"Tunggu Tuanku, jangan tidur dulu....hamba pamit mau buang ari kecil di
semar belukar sana."
"Baik, pergilah Abu Nawas!"
Baru saja Abu Nawas melangkah pergi, Baginda sudah tertidur, tapi ia segera
terbangun lagi ketika mendengar suara bentakan keras.
"Hai orang gendut! Cepat bangun ! Atau kau kami sembelih di tempat ini!"
ternyata badui penjual bubur sudah berada di belakang Baginda dan menghunus
pedang di arahkan ke leher Baginda.
"Apa-apaan ini!" protes Baginda.
"Jangan banyak cakap! Cepat jalan !"
Baginda mengikuti perintah orang badui itu dan akhirnya dimasukkan ke dalam
penjara.
"Mengapa aku di penjara?"
"Besok kau akan kami sembelih, dagingmu kami campur dengan tepung gandum
dan jaduilah bubur haris yang terkenal lezat. Hahahahaha !"
"Astaga jadi yang kumakan tadi...?"
"Betul kau telah memakan bubur kami, bubur manusia."
"Hoekkkkk....!" Baginda mau muntah tapi tak bisa.
"Sekarang tidurlah, berdoalah, sebab besok kau akan mati."
"Tunggu...."
"Mau apa lagi?"
"Berapa penghasilanmu sehari dari menjual bubur itu?"
"Lima puluh dirham!"
"Cuma segitu?"
"lya!"
"Aku bisa memberimu lima ratus dirham hanya dengan menjual topi."
"Ah, masak?"
"Sekarang berikan aku bahan kain untuk membuat topi. Besok pagi boleh kail
coba menjual topi buatanku itu ke pasar. Hasilya boleh kau miliki semua !"
Badui itu ragu, ia berbalik melangkah pergi. Tak lama kemudian kembali lagi
dengan bahan-bahan untuk membuat topi.
Esok paginya Baginda menyerahkan sebuah topi yang bagus kepada si badui.
Baginda berpesan,"Juallah topi ini kepada menteri Farhan di istana Bagdad."
Badui itu menuruti saran Baginda.
Menteri Farhan terkejut saat melihat seorang badui datang menemuinya.
"Mau apa kau?" tanya Farhan.
"Menjual topi ini..."
Farhan melirik, topi itu memang bagus. la mencoba memeriksanya dan
alangkah terkejutnya ketika melihat hiasan berupa huruf-huruf yang maknanya
adalah surat dari Baginda yang ditujukan kepada dirinya.
"Berapa harga topi ini?"
"Lima ratus dirham tak boleh kurang!"
"Baik aku beli !"
Badui itu langsunng pulang dengan wajah ceria. Sama sekali ia tak tahu jika
Farhan telah mengutus seorang prajurit untuk mengikuti langkahnya. Siangnya
prajurit itu datang lagi ke istana dengan melaporkan lokasi perkampungan si
penjual bubur.
Farhan cepat bertidak sesuai pesan di surat Baginda. Seribu orang tentara
bersenjata lengkap dibawa ke perkampungan. Semua orang badui di kampung
itu ditangkapi sementara Baginda berhasil diselamatkan.
"Untung kau bertindak cepat, terlambat sedikit saja aku sudah jadi bubur!" kata
Baginda kepada Farhan.
"Semua ini gara-gara Abu Nawas!" kata Farhan.
"Benar! Tapi juga salahmu! Kau tak pernah memeriksa perkampungan ini bahwa
penghuninya adalah orang-orang kanibal!"
"Bagaimanapun Abu Nawas harus dihukum!"
"Ya, itu pasti!"
"Hukuman mati!" sahut Farhan.
"Hukuman mati? Ya, kita coba apakah dia bisa meloloskan diri?" sahut Baginda.
oo000oo

1 komentar:

  1. Jual Buku Hikayat 1001 Malam 1 set/Jilid 1 sd 4
    Harga normal Rp. 625.000,-
    Harga diskon Rp. 350.000,-
    (langsung dari penerbit)
    Gratis ongkir wilayah DKI Jakarta,
    Luar DKI Jakarta sesuai tarif ekpedisi.
    Pembayaran bisa COD untuk DKI Jakarta
    Untuk cover buku dpt dilihat di www.qisthipress.com
    Keterangan lebih lanjut : Qisthi Press Jl. Melur Blok Z No 7 Duren Sawit Telp. 021 8610159 Cp. Sdr Sapto Hp.0818150579 (sms only)
    PENAWARAN BERLAKU SAMPAI STOK HABIS

    BalasHapus